Jaya Antea yang telah gelap mata karena cinta terus menerus mengejar kelompok kecil Nyi Purnama Sari. Cintanya yang kandas telah menyebabkan keberpihakan Jaya Antea kepada pihak lawan pada masa itu dan dengan segera telah meninggalkan kerajaan Pakuan Pajajaran.
Nyi Purnama Sari adalah putri dari Prabu Nilakendra (Raja Pajajaran). Diceritakan didalam Pantun Dadap Malang Sisi Cimandiri, Pajajaran runtag pada masa "Bahla Cai Sagara Ngumpul" sekitar tahun 1567 M. Hal ini memang sedikit berbeda dengan keterangan dari sumber lainnya yang menyebutkan Pajajaran runtuh pada tahun 1579. Pada waktu tersebut Prabu Nilakendra dengan para pengikutnya telah meninggalkan Dayeuh Pakuan berangkat ke arah Selatan Sukabumi/ daerah Tegal Buleud.
Sementara itu kelompok kecil dari Nyi Purnama Sari juga sama telah ikut hijrah serta berangkat pula ke arah Selatan dayeuh Pakuan bersama suaminya/ Raden Kumbang Bagus Setra yang belum lama melangsungkan pernikahan di Pakuan, selain itu terdapat Puragabaya Pajajaran (Pengawal inti kerajaan) yang telah ikut serta mengawal mereka yaitu bernama Rakean Kalang Sunda.
Sebelum terjadinya peristiwa diatas, Nyi Purnama Sari pernah dipinang oleh Mantri Majeti di Pakuan Pajajaran (Sekretaris Negara) yang bernama Jaya Antea, namun Nyi Purnama Sari kemudian memilih Raden Bagus Kumbang Setra (Pangeran Pajajaran Girang) menjadi suaminya. Melihat kenyataan tersebut akhirnya Jaya Antea meninggalkan Pakuan Pajajaran untuk pergi ke tanah arab dan diketahui dikemudian hari dia telah kembali dan mengaku sebagai putra mahkota kerajaan Pakuan Pajajaran di kesultanan Banten.
Jaya Antea yang telah mendapat restu dari kesultanan Banten dengan segera bergerak bersama pasukannya ke dayeuh Pakuan, Setelah dari Pakuan dia dan pasukannya melakukan pengejaran ke Selatan dan telah terjadi pertempuran disepanjang jalan/ Menurut sebuah sumber, Kisah pengejaran ini yang menjadi riwayat dari nama - nama daerah seperti: Pangadegan (Parung Kuda), Sunda Wenang (Parung Kuda), Panenjoan (Cibadak), Tenjo Jaya (Cibadak), Cukang Lemah (Cibadak) mereka terus melakukan pengejaran dan akhirnya kelompok kecil Nyi Purnama Sari dapat terkejar juga. Terjadilah perang tanding antara Kumbang Bagus Setra dengan Jaya Antea, dalam perkelahian tersebut Raden Kumbang Bagus Setra telah gugur di daerah Bantar Gadung (Warung Kiara).
Selanjutnya Jaya Antea terus mengejar Nyi Purnama Sari yang saat itu dalam keadaan hamil, pengejaran ini sampai ke daerah Bag - Bagan Sekarang. Rakean Kalang Sunda segera mengambil tindakan, dan terjadilah perang tanding antara Jaya Antea dengan Rakean Kalang Sunda, akhirnya Jaya Antea harus mengakui kekalahannya dari Rakean Kalang Sunda. Tempat perkelahian antara Jaya Antea dengan Rakean Kalang Sunda kini dinamai "Gunung Jayanti", yang konon diambil dari nama "Jaya Antea".
Setelah terjadinya peristiwa tersebut, Nyi Purnama Sari menyeberang ke Selatan Cimandiri disertai Rakean Kalang Sunda menuju Babakan Cidadap. Lokasi tersebut terletak diantara Cimandiri dengan bekas Sungai Cinyocok sekarang yaitu kampung Mariuk sampai ke daerah Babakan Lebu Palabuhan Ratu, di daerah ini terdapat penduduk setempat yang dipimpin oleh beberapa orang Pu'un (sebutan untuk kepala kampung). Saat itu Pu'un yang memimpin yaitu Ki Saragosa, Ki Gandana, dan Ki Sanaya. Pada saat Nyi Purnama Sari akan melahirkan, merekalah yang telah membantu persalinan dan kemudian bayi perempuan itu diberi nama Nyi Mayang Sagara.
Kehadiran dari Nyi Purnamasari ternyata telah membawa kemajuan yang berarti bagi Cidadap. Daerah ini tumbuh menjadi pelabuhan ramai dan penduduknya kian hari kian berkembang. Para Pu'un tadi sepakat untuk mengangkat Nyi Purnama Sari menjadi Pu'un Nyi Ratu Purnamasari karena beliau adalah seorang anak raja Pakuan Pajajaran. Itulah pertama kali kata Ratu dipergunakan disana.
Seiring perekonomian yg terus meningkat akhirnya daerah tersebut telah dapat memancing kedatangan bajak laut, namun kemudian para bajak laut tersebut dapat ditaklukkan. Kepemimpinan dari Nyi Ratu Purnama Sari telah berhasil mengamankan dan dapat memakmurkan daerah ini. Seiring waktu berjalan daerah tersebut dikemudian hari telah diserahkan kepada putrinya yang bernama Nyi Mayang Sagara, karena Nyi Purnama Sari yang telah sepuh hendak berangkat untuk bertapa di Daerah Cicareuh Warungkiara.
Sepeninggal dari Nyi Pu'un Purnama Sari, Kampung tersebut dipindahkan ke daerah Pelelangan Ikan Palabuhan Ratu sekarang. Dikemudian hari wilayah inilah yang telah kita kenal sekarang yaitu sebagai pusat dari Pemerintahan daerah Kabupaten Sukabumi sampai dengan hari ini.
Sumber : Pantun Bogor & Berbagai sumberFoto : JSS Reen Actor, Gunung Jayanti,
Pantai Palabuhan Ratu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar