Rabu, 18 Desember 2019

Nyalak Senapan Diatas Pohon Kelapa & Gugurnya R. Ojong Bantamer


Seperti telah dicatat oleh Letnan Kolonel A.J.F. Doulton dalam The Fighting Cock: The Story of The 23rd Indian Division, semenjak konvoi dari pihak pasukan inggris diserang secara besar-besaran oleh para pejuang republik di Bojong kokosan tanggal 9 Desember 1945, tentara Inggris telah berupaya mencari pusat kekuatan para pejuang tersebut.

Dari informasi yang dihimpun intelijen militer Inggris telah didapatkan pusat pertahanan para pejuang adalah Cibadak. Maka pada tanggal 10 Desember 1945 diberangkatkan satu skuadron tempur RAF (Angkatan Udara Kerajaan Inggris) dari pangkalan udara Kemayoran/Jakarta. Pesawat - pesawat itu terdiri dari empat jenis Mosquito dan enam Thunderbolt yaitu pesawat pembom yang memuat 500 pound bom.


Hal pertama yang dilakukan oleh RAF adalah menyebarkan ribuan pamflet dari atas udara Cibadak. Mereka menyerukan para pejuang menyerah dan penduduk sipil agar menyingkir. Dikarenakan tidak ada respon dari pihak TKR (Tentara Keamanan Rakyat) dan lasykar, maka beberapa jam kemudian RAF telah bersiap melakukan pemboman Cibadak.

“RAF menjalankan penyerangan lewat udara yang paling dasyat selama keterlibatan mereka dalam “Perang Jawa”…” tulis Doulton.

Pada saat serangan dan pemboman Cibadak sedang berlangsung, sebagian pejuang republik berlindung disebuah bukit sambil melakukan tembakan balasan. Seorang pemuda anggota TKR bernama R. Ojong Bantamer merasa gemas melihat pesawat - pesawat itu telah melakukan serangan - serangannya dari atas udara Cibadak.


Pemuda yang lahir pada tahun 1926 dari pasangan RA. Adikusuma dan Rd. Enok Shinta itu segera berlari maju kedepan untuk dapat lebih mendekati lokasi serangan, dihadapannya terdapat pohon kelapa yang dengan segera ia panjat untuk mendapatkan posisi strategis dengan lintasan pesawat - pesawat milik RAF Inggris tersebut.


Tekadnya telah bulat untuk melakukan perlawanan dari atas pohon kelapa itu dengan berbagai resikonya. Setelah berada diatas ia segera mengokang senapan "Lee Enfield" kemudian memuntahkan peluru - peluru panas kearah pesawat - pesawat tempur Inggris itu dalam jarak terjangkau dari senapannya. Beruntung tembakan - tembakan dari Bantamer tersebut telah mengakibatkan rusaknya salah satu dari sayap pesawat yang memaksanya harus untuk pulang lebih cepat ke lapangan udara Kemayoran.


Usai pemboman yang berlangsung lebih dari satu jam dan dilakukan dua kali, Cibadak telah dipenuhi puing-puing dan sebagian besar infrastruktur telah hancur. Menurut Komandan Resimen III, Letnan Kolonel Eddie Soekardi, korban bisa mencapai angka ratusan. Anak buahnya yang telah gugur akibat pemboman itu berjumlah lebih dari 40 orang.


Pada 12 Maret 1946 Bantamer dan anggota TKR lainnya telah ditugaskan untuk menjaga sebuah gudang makanan di Sukabumi, saat itu telah berlangsung lagi pertempuran. Dalam peristiwa itu Bantamer berlindung disebuah tempat didekat talang air degung Sukabumi. Namun sayang, detik - detik akhir saat ia akan melemparkan sebuah granat kearah lawannya. Sebutir peluru telah melesat kearah Bantamer, ia jatuh tersungkur. Granat tangan yang masih berada dalam genggamannya tersebut telah terlepas dari pin nya kemudian meledak sangat dasyat.
Maka gugurlah sang patriot bangsa itu.


R. Ojong Bantamer telah gugur sebagai bunga bangsa dalam mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, beliau dimakamkan di kampung halamannya di Desa Nagrak Selatan, Kecamatan Nagrak, Kabupaten Sukabumi.

JSS Reen Actor & dari berbagai sumber.
Fb : Jelajah Sejarah Soekaboemi

Kamis, 24 Oktober 2019

Telusur Lokasi Prasasti Sanghyang Tapak Cibadak


Menelusuri lokasi ditemukannya Prasasti Sanghyang Tapak di wilayah Kecamatan Cibadak, Kab. Sukabumi sangat menarik dan mempunyai tantangan tersendiri. Berbekal data - data yang ada kami menelusurinya sampai tuntas.


Prasasti Sanghyang Tapak ( juga dikenal sebagai Prasasti Sri Jayabupati atau Prasasti Cicatih ) adalah prasasti kuno perangka tahun 952 saka (1030 M), terdiri dari 40 baris yang memerlukan 4 buah batu untuk menulisnya. Keempat batu prasasti ini ditemukan di tepi  Sungai Cicatih, Cibadak, Kab. Sukabumi, Jawa Barat. Tiga diantaranya ditemukan di dekat Kampung Bantar Muncang, sementara sebuah lainnya ditemukan di Kampung Pangcalikan. Prasasti ini ditulis dalam huruf Kawi Jawa. Kini keempat batu prasasti ini disimpan di Museum Nasional Republik Indonesia, Jakarta, dengan kode D 73, D 96, D 97, dan D 98.


Isi tiga prasasti pertama (menurut Pleyte):

D 73: //O// Swasti shakawarsatita 952 karttikamasa tithi dwadashi shuklapa-ksa. ha. ka. ra. wara tambir. iri-ka diwasha nira prahajyan sunda ma-haraja shri jayabhupati jayamana-hen wisnumurtti samarawijaya shakalabhuwanamandales
waranindita harogowardhana wikramo ttunggadewa, ma-


D 96: gaway tepek i purwa sanghyang tapak ginaway denira shri jayabhupati prahajyan sunda. mwang tan hanani baryya baryya shila. irikang lwah tan pangalapa ikan sesini lwah. Makahingan sanghyang tapak wates kapujan i hulu, i sor makahingan ia sanghyang tapak wates kapujan i wungkalagong kalih matangyan pinagawayaken pra-sasti pagepageh. mangmang sapatha.


D 97: sumpah denira prahajyan sunda. lwirnya nihan.

D. 98: //O// indah ta kita kamung hyang hara agasti purbba daksina paccima uttara agniya neriti tabayabya aicanya urddhadah rawi caci patala jalapawana hutasanapah bhayu akaca teja sanghyang mahoratra saddya yaksa raksasa picaca preta sura garuda graham kinara mahoraga catwara lokapala yama baruna kuwera bacawa mwang putra dewata panca kucika nandicwara mahakala durggadewi ananta surindra anakta hyang kalamrtyu gana bhutha sang prasiddha milu manarira umasuki sarwwajanma ata regnyaken iking sapatha samaya sumpah pamangmang ni lebu ni paduka haji i Sunda irikita kamung hyang kabeh - pakadya umapala ikan - i sanghyang tapak ya patyananta ya kamung hyang dentat patiya siwak kapalanya cucup uteknya belah dadanya inum rahnya rantan ususnya wekasaken pranantika - i sanghyang kabeh tawat hana wwang baribari cila irikang iwah I sanghyang tapak apan iwak pakan prannahnya kapangguh i sanghyang - maneh ka liliran pakanya katake dlaha ning dlaha - paduka haji i Sunda umademaka kadarman - ing samangkana wekawet paduka haji i Sunda sanggum nti ring kulit kata manah ing kanang - i sanghyang tapak makatepa iwah watesnya i hulu i sanghyang tapak - i hilir mahingan i rikang - umpi ing wungkal gde kalih.i wruhanta kamung hyang kabeh //O//


Terjemahan

Selamat dan sejahtera. Pada tahun Saka 952, bulan Kartika pada hari ke-12th bagian terang, hari Hariang, Kaliwon, hari pertama, Wuku Tambir. Hari ini adalah hari dimana raja kerajaan Sunda, Maharaja Sri Jayabupati Jayamanahen Wisnumurti Samarawijaya Sakalabuwanamandales waranindita Haro Gowardhana Wikramot
tunggadewa, membuat tanda tapak di bagian timur Sanghiyang Tapak. 


Dibuat oleh Sri Jayabupati Raja kerajaan Sunda. Tidak ada seorangpun yang boleh melanggar aturan ini. Di bagian sungai ini tidak boleh menangkap ikan, di kawasan pemujaan Sanghyang Tapak dekat hulu sungai. Jauh hingga ke batas Sanghyang Tapak yang ditandai dua pohon besar. Demikanlah tulisan ini dibuat, ditegakkan dengan sumpah kerajaan Sunda.


Piagam persumpahan raja ditulis di atas prasasti keempat (D 98). Terdiri atas 20 baris, sumpah ini memanggil semua kekuatan gaib, dewata (hyang) dari langit dan bumi untuk membantu menjaga dan melindungi mandat sang raja. Siapa saja yang melanggar aturan ini akan dihukum oleh segenap makhluk halus, mati dengan cara yang mengerikan seperti otaknya disedot, darahnya diminum, ususnya dihancurkan, dan dada dibelah dua. Prasasti ini ditutup dengan kalimat, "I wruhhanta kamung hyang kabeh" (Oh ketahuilah kamu sekalian hyang).


Penanggalan Prasasti

Penanggalan prasasti Sanghyang Tapak menunjukkan tanggal 11 Oktober 1030. Menurut naskah Pustaka Nusantara, Parwa III sarga 1, Sri Jayabupati berkuasa selama 12 tahun (952 - 964) saka (1030 - 1042 M). 


Hal yang menarik adalah tulisan prasasti ini menunjukkan gaya tulisan prasasti Jawa Timur. Tidak hanya aksaranya, bahasa, serta gaya bahasanya saja, bahkan gelar kebesaran sang raja sangat mirip dengan nama gelar bangsawan di istana Dharmawangsa. Sri Jayabupati dalam Carita Parahyangan disebut sebagai Prabu Detya Maharaja. Beliau adalah Raja Kerajaan Sunda ke-20 setelah Tarusbawa.

Sumber: Wikipedia & Sumber lainnya
Foto      :  Komunitas Jelajah Sejarah
                 Soekaboemi

Sasakala Gunung Jayanti & Palabuhan Ratu


Jaya Antea yang telah gelap mata karena cinta terus menerus mengejar kelompok kecil Nyi Purnama Sari. Cintanya yang kandas telah menyebabkan keberpihakan Jaya Antea kepada pihak lawan pada masa itu dan dengan segera telah meninggalkan kerajaan Pakuan Pajajaran. 


Nyi Purnama Sari adalah putri dari Prabu Nilakendra (Raja Pajajaran). Diceritakan didalam Pantun Dadap Malang Sisi Cimandiri, Pajajaran runtag pada masa "Bahla Cai Sagara Ngumpul" sekitar tahun 1567 M. Hal ini memang sedikit berbeda dengan keterangan dari sumber lainnya yang menyebutkan Pajajaran runtuh pada tahun 1579. Pada waktu tersebut Prabu Nilakendra dengan para pengikutnya telah meninggalkan Dayeuh Pakuan berangkat ke arah Selatan Sukabumi/ daerah Tegal Buleud.


Sementara itu kelompok kecil dari Nyi Purnama Sari juga sama telah ikut hijrah serta berangkat pula ke arah Selatan dayeuh Pakuan bersama suaminya/ Raden Kumbang Bagus Setra yang belum lama melangsungkan pernikahan di Pakuan, selain itu terdapat Puragabaya Pajajaran (Pengawal inti kerajaan) yang telah ikut serta mengawal mereka yaitu bernama Rakean Kalang Sunda.


Sebelum terjadinya peristiwa diatas, Nyi Purnama Sari pernah dipinang oleh Mantri Majeti di Pakuan Pajajaran (Sekretaris Negara) yang bernama Jaya Antea, namun Nyi Purnama Sari kemudian memilih Raden Bagus Kumbang Setra (Pangeran Pajajaran Girang) menjadi suaminya. Melihat kenyataan tersebut akhirnya Jaya Antea meninggalkan Pakuan Pajajaran untuk pergi ke tanah arab dan diketahui dikemudian hari dia telah kembali dan mengaku sebagai putra mahkota kerajaan Pakuan Pajajaran di kesultanan Banten.


Jaya Antea yang telah mendapat restu dari kesultanan Banten dengan segera bergerak  bersama pasukannya ke dayeuh Pakuan, Setelah dari Pakuan dia dan pasukannya melakukan pengejaran ke Selatan dan telah terjadi pertempuran disepanjang jalan/ Menurut sebuah sumber, Kisah pengejaran ini yang menjadi riwayat dari nama - nama daerah seperti: Pangadegan (Parung Kuda), Sunda Wenang (Parung Kuda), Panenjoan (Cibadak), Tenjo Jaya (Cibadak), Cukang Lemah (Cibadak) mereka terus melakukan pengejaran dan akhirnya  kelompok kecil Nyi Purnama Sari dapat terkejar juga. Terjadilah perang tanding antara Kumbang Bagus Setra dengan Jaya Antea, dalam perkelahian tersebut Raden Kumbang Bagus Setra telah gugur di daerah Bantar Gadung (Warung Kiara).


Selanjutnya Jaya Antea terus mengejar Nyi Purnama Sari yang saat itu dalam keadaan hamil, pengejaran ini sampai ke daerah Bag - Bagan Sekarang. Rakean Kalang Sunda segera mengambil tindakan, dan terjadilah perang tanding antara  Jaya Antea dengan Rakean Kalang Sunda, akhirnya Jaya Antea harus mengakui kekalahannya dari Rakean Kalang Sunda. Tempat perkelahian antara Jaya Antea dengan Rakean Kalang Sunda kini dinamai "Gunung Jayanti", yang konon diambil dari nama "Jaya Antea". 


Setelah terjadinya peristiwa tersebut, Nyi Purnama Sari menyeberang ke Selatan Cimandiri disertai Rakean Kalang Sunda menuju Babakan Cidadap. Lokasi tersebut terletak diantara Cimandiri dengan bekas Sungai Cinyocok sekarang yaitu kampung Mariuk sampai ke daerah Babakan Lebu Palabuhan Ratu, di daerah ini terdapat penduduk setempat yang dipimpin oleh beberapa orang Pu'un (sebutan untuk kepala kampung). Saat itu Pu'un yang memimpin yaitu Ki Saragosa, Ki Gandana, dan Ki Sanaya. Pada saat Nyi Purnama Sari akan melahirkan, merekalah yang telah membantu persalinan dan kemudian bayi perempuan itu diberi nama Nyi Mayang Sagara.


Kehadiran dari Nyi Purnamasari ternyata telah membawa kemajuan yang berarti bagi Cidadap. Daerah ini tumbuh menjadi pelabuhan ramai dan penduduknya kian hari kian berkembang. Para Pu'un tadi sepakat untuk mengangkat Nyi Purnama Sari menjadi Pu'un Nyi Ratu Purnamasari karena beliau adalah seorang anak raja Pakuan Pajajaran. Itulah pertama kali kata Ratu dipergunakan disana.


Seiring perekonomian yg terus meningkat akhirnya daerah tersebut telah dapat memancing kedatangan bajak laut, namun kemudian para bajak laut tersebut dapat ditaklukkan. Kepemimpinan dari Nyi Ratu Purnama Sari telah berhasil mengamankan dan dapat memakmurkan daerah ini. Seiring waktu berjalan daerah tersebut dikemudian hari telah diserahkan kepada putrinya yang bernama Nyi Mayang Sagara, karena Nyi Purnama Sari yang telah sepuh hendak berangkat untuk bertapa di Daerah Cicareuh Warungkiara.


Sepeninggal dari Nyi Pu'un Purnama Sari, Kampung tersebut dipindahkan ke daerah Pelelangan Ikan Palabuhan Ratu sekarang. Dikemudian hari wilayah inilah yang telah kita kenal sekarang yaitu sebagai pusat dari Pemerintahan daerah Kabupaten Sukabumi sampai dengan hari ini.


Sumber : Pantun Bogor & Berbagai  sumber
Foto        : JSS Reen Actor, Gunung Jayanti,
                  Pantai Palabuhan Ratu

Pertama Di Sukabumi, Telusur Sejarah Perkebunan Teh Sinagar - Nagrak Kabupaten Sukabumi


Perkebunan teh yang pernah menyandang status perkebunan terbesar di dunia pada tahun 1900 an dan telah dibuka sejak 1830 an tersebut kini bagai hilang ditelan bumi, hanya menyisakan cerita dan kenangan dimasa lalu. Sisa - sisa bangunan yang ada merupakan bukti yg masih ada tentang cerita masyurnya perkebunan teh yang melegenda ini. 


Untuk itu Komunitas Jelajah Sejarah Soekaboemi (JSS) serta Ayah Anak Bertualang (aab.id) menyelenggarakan acara Telusur Jejak Sejarah kejayaan masa lalu Perkebunan Teh Sinagar - Nagrak & Ciambar - Kab Sukabumi, kolaborasi lintas komunitas yang akan dilaksanakan pada: 

- Hari minggu
- Tgl 27 Oktober

Tujuan lokasi yang akan didatangi diantaranya, Sisa irigasi, pintu air & posisi Generator Turbin, bekas kolam renang zmn kolonial, Kuburan Eduard Julius Kerkhoven (Administrateur Sinagar Onderneming), Tunnel & Ex pintu air Sungai Cimunjul..
231019


Bagi teman- teman yang siap bergabung menjadi peserta acara, hubungi: 0896 3900 1697 (Dida. Hudaya)

#Jelajah_Sejarah_Soekaboemi
#Lintas_Komunitas
#Explorer
#Thee_planter
#Onderneming
#JASMERAH

Selasa, 17 September 2019

Situs Goa Kuta Maneuh Kabupaten Sukabumi



Dua buah patung harimau itu menyambut kedatangan kami, terdapat beberapa anak tangga untuk menaiki sebuah bukit kecil yang di bagian ujungnya terdapat sebuah bangunan menaungi sebuah goa yang dikenal dengan nama Goa Kuta Maneuh.


Lokasi goa kuta maneuh yang berada di Kampung Babakan Ciburial, Desa Cikujang, Kecamatan Gunung Guruh, Kabupaten Sukabumi ini terasa sepi dan tenang sehingga cocok bagi yang menyenangi wisata alam dan suasana yang jauh dari keramaian.


Goa Kuta maneuh terkenal dengan legenda masa silam yang dulunya merupakan tempat peristirahatan terkait dengan tokoh dimasa kerajaan Pajajaran, diantaranya adalah Prabu Siliwangi dan Raden Kian Santang serta tokoh tokoh lainnya.


Terdapat makna yang terkandung dalam penamaan Kuta Maneuh yang konon singkatan dari kata Makuta atau topi raja. Sedangkan Maneuh artinya tetap atau diam pada tempatnya. Nama kuta dapat pula bermakna benteng.


Goa Kuta maneuh mempunyai posisi menurun kebawah. Di sana terdapat sebuah ruangan goa yang cukup luas mirip sebuah aula yang terbentuk secara alami dan banyak terdapat batuan berbagai ukuran yang berbentuk unik.  Disana terdapat pula sebuah kolam pemandian alami dengan dua pintu, satu pintu masuk sebelah barat dan sebelah timur pintu keluar.


Pada bagian dalam goa terdapat sembilan ruangan berbentuk kamar tidur yang kerap menjadi tempat tirakat atau bersemedi bagi sebagian peziarah yang pada umumnya mempunyai maksud tertentu.


Untuk masuk kedalam goa, pengunjung disarankan disertai pemandu lokasi untuk mencegah apabila tersesat didalam, wajib membawa lampu senter, petromaks, atau obor dikarenakan lorong goa lumayan dalam serta gelap gulita belum mempunyai penerangan lampu.



Untuk mencapai lokasi goa kuta maneuh, pengunjung dapat membawa kendaraan roda dua untuk dapat sampai ke lokasi yang sebelumnya diharuskan mampir dulu di posko juru kunci/ pemandu lokasi.



Fb           : Jelajah Sejarah Soekaboemi
Sumber : Komunitas Jelajah Sejarah
                  Soekaboemi (JSS).

Sabtu, 10 Agustus 2019

Menguak Terowongan Era Kolonial di Cipetir Kabupaten Sukabumi


Goa/ Terowongan peninggalan masa lampau ini memiliki bentuk yang sempit, mulut goa/ terowongan ini memiliki lebar 1 m dan tinggi 2,5 m dengan kedalaman goa 7 m. Ketika Tim Komunitas Jelajah Sejarah Soekaboemi (JSS) menemukan serta menelusurinya pada tahun 1995 lalu sampai dengan sekarang, terlihat pada bagian dalam goa tersebut terdapat tembokan mirip tempat dapur yang berfungsi sebagai tempat cuci piring, dan peralatan rumah tangga lainnya.


Sebenarnya kedalaman goa/ terowongan tersebut dapat dipastikan lebih jauh dan lebih panjang dari ukuran/ kedalamannya yang sekarang terlihat ditutup oleh batu - batuan. Hal tersebut didapatkan dari narasumber (Kang Dida Hudaya) bahwa kedalaman terowongan ini sebetulnya sangat panjang, mulut goa ini dimulai dari lokasi bekas rumah administratur yang terletak bersebelahan dengan jalan raya Cipetir.


Sedangkan mulut goa/ terowongan yang kedua terdapat dilokasi perkebunan yang sama dan sedikit jauh kearah bawah dari lokasi yang pertama, sedangkan mulut dari goa/ terowongan yang ketiga berada di pabrik tua pengolahan karet "Gutta Percha" Cipetir yang telah dirintis pada tahun 1885 - 1921 silam tersebut.


Analisis sementara dari keberadaan goa/ terowongan tersebut kemungkinan pernah difungsikan sebagai akses jalan lain menuju kedua lokasi yang telah disebutkan diatas, kemungkinan kedua lokasi goa ini sebagai lokasi keamanan yaitu apabila telah terjadi suatu keadaan yang tidak diinginkan seperti serangan, dan lain - lain.

Sekilas Perkebunan karet Gutta Percha

Tanaman Gutta Percha adalah tumbuhan hutan yang diperkirakan banyak tersebar disekitar pegunungan yang berada di Kepulauan Sumatera, Kalimantan dan Semenanjung Malaysia.


Tanaman karet "Gutta Percha" mempunyai pohon yang besar dengan ketinggian rata - rata mencapai 30 M, dan mempunyai diameter sampai 120 Cm. Memiliki batang yang  lurus, berbentuk bulat dengan banir tipis, lebar. Kayunya berwarna coklat kemerahan, mengkilat, mempunyai urat  dan ringan. Buahnya hijau memanjang serta berisi biji yang memanjang pula. 


Gutta Percha banyak tumbuh di hutan -hutan tropika, diantaranya banyak terdapat pada dataran rendah dengan ketinggian mencapai 1500 M DPL. Perkembangbiakan pohon ini dengan menggunakan biji, namun dapat juga diperbanyak dengan cara menggunakan teknik stek.


Proses produksi dari getah karet jenis Gutta Percha ini didapat dengan cara menggiling dari daun - daunannya, hal ini berbeda dengan jenis karet yang umum kita ketahui yaitu dengan cara mengambil getah karetnya dengan disadap/ membuat ulir pada batang pohon karet tersebut.


Kegunaan utama dari karet Gutta Percha diantaranya adalah :

-   Digunakan sebagai pelapis bagian luar 
    dari produk bola golf, campuran gips
    untuk pembalut tulang, serta
    Pembuatan gigi palsu. 

-   Kayunya dapat digunakan untuk dibuat 
    perabot rumah, lantai rumah, 
    dan aneka mebel.

-   Buah Gutta Percha dapat dikonsumsi 
    serta Bijinya mengandung lemak
    untuk memasak. 

-   Bagian bunga dari karet Gutta Percha
    dapat dimanfaatkan sebagai obat diare,  
    aromatik, ekspektoran, dll.

-   Minyak biji dapat dimanfaatkan sebagai 
    minyak lampu, obat koreng, encok, biji    
    untuk eksim, urat darah membesar, dan 
    benangsasi untuk sakit panas. 

Antara tahun 1856 sampai dengan tahun 1896, penggunaan karet Gutta Percha pada skala dunia digunakan untuk insulasi kabel bawah laut dan sudah mencapai 16.000 ton yang telah terbentang sejauh 184.000 mil laut di sekitar pantai Benua Amerika, Eropa, Asia, Australia, pantai timur serta disebelah barat Afrika.


Karena melihat prospek komersial yang baik , pada tahun 1885, Pemerintah Hindia Belanda melakukan penelitian dengan cara menanam pohon karet Gutta Percha, untuk kemudian diseleksi dan ditanam pada lahan perkebunan Cipetir Cikidang yang pada saat itu Kebun Cipetir adalah kebun percobaan yang menjadi bagian dari Kebun Raya Bogor. Saat ini perkebunan Cipetir Cikidang telah menjadi PT Perkebunan Nusantara VIII/ PTPN VIII, Kabupaten Sukabumi. 


Pada sekitar tahun 1901, karena kebutuhan produk karet Gutta Percha yang meningkat, Pemerintah Kolonial Belanda membangun Perkebunan Negara Gutta Percha Cipetir . 


Dimulai sekitar tahun 1901 sampai dengan tahun 1906 dilakukan penambahan areal lahan seluas 1000 ha, yang kemudian pada tahun 1919 penanaman karet Gutta Percha diperluas lagi seluas 250 ha.

Kini lokasi dari pabrik tua Cipetir menjadi potensi wisata yang sangat menjanjikan, keberadaannya menjadi sorotan dan telah dikenal di seluruh dunia ketika beberapa waktu lalu produk blok karet bertuliskan "Tjipetir" ditemukan mengambang dan tersebar di lautan benua eropa.

* Tim solid Komunitas Jelajah Sejarah
   Soekaboemi (JSS)
* JSS Explorer
* JSS Research
* JSS Reen Actor
* Tropen Museum
* WereldCulturen
* Dari berbagai sumber

Selasa, 06 Agustus 2019

Menguak Legenda Goa Karang Tulak Cibadak Kabupaten Sukabumi



Sore menjelang malam hari.. Kami melangkah menuju lokasi Goa Karang Tulak. Perjalanan tidak banyak menyita waktu, sebab lokasi ini berjarak tidak begitu jauh dari kota Cibadak yang berlokasi diantara Jalan raya Cibadak - Palabuhan Ratu Kabupaten Sukabumi.


Kegiatan eksplorasi dan penelitian ini kami awali dengan acara berkemah di lokasi goa Karang Tulak. Adapun waktu untuk eksplorasi dan penelitian sengaja kami pilih pada malam hari serta dilanjutkan pada esok harinya.


Tim jelajah terdiri dari Kang Dida Hudaya, Ki Guna Wisesa, Ambu Zahwa Aulia, Kang Dadang Suherman, Teh Lilis, Kang Fery,  Kang Yani, serta saya sebagai penulis. Tim harus berhati - hati untuk berkeliling disekitar lokasi dan mendaki bukit ini dikarenakan banyak terdapat hewan - hewan liar yang kami temui di lokasi seperti bayawak dan berbagai jenis/ ukuran ular berbisa.


Suasana malam di lokasi Goa Karang Tulak ini begitu menggelitik dan mendebarkan hati kami semua untuk merasakan suasana alam disekitar area lokasi tersebut yang sarat dengan legendanya dimasa lampau yang terkenal sebagai bekas dari wilayah kabuyutan berlokasi di wilayah Cibadak.


Masyarakat disekitar lokasi Goa tersebut mengenal lokasi ini dengan sebutan Goa Karang Tulak, yang memang dulu pada bagian atas/ ujung bukit batuan cadas ini terdapat sebuah batu besar yang terkunci oleh batu lainnya sehingga tidak terjatuh kebawah dan hal ini menjadi dasar dari penamaan lokasi goa tersebut. Selain dari pada itu banyak terdapat jenis batuan berukuran besar dibagian atas goa Karang Tulak tersebut.


Lokasi dari Goa Karang Tulak ini didalam legenda Masyarakat sekitar dikenal pula dulunya sebagai lokasi petilasan beberapa tokoh - tokoh terkenal di masa Kerajaan Sunda/ Galuh masih berdiri, diantaranya yaitu : 

- Prabu Tajimalela
- Prabu Ciung Wanara
- Prabu Siliwangi
- Prabu Kean Santang, serta tokoh - tokoh
  lainnya termasuk Bung Karno sebagai
  presiden RI pertama.


Selain itu dapat dimungkinkan juga lokasi ini berkaitan erat dengan keberadaan 4 buah Prasasti Sanghyang Tapak (Ki Tapak) yang dibuat oleh Sri Jaya Bupati (Raja Kerajaan Sunda) pada tahun 1030 Masehi dan memang tidak begitu jauh dari lokasi penemuan prasasti - prasasti tersebut.


Goa Karang Tulak ini terlihat hijau alami, hal ini dikarenakan lokasi Goa tersebut sudah ditumbuhi pohon beringin, serta tumbuhan liar lainnya yang tampak sudah berusia tua membuat udara dibawah rimbunnya lokasi inipun terasa segar alami dengan semilirnya tiupan angin.


Ada terdapat 5 buah goa lebih berbagai ukuran yang terdapat di lokasi Goa Karang Tulak ini, sebagian goa ada tersebar yang terdapat pada dinding batuan alami disepanjang barisan bukit gentur tersebut. Diantaranya terdapat 2 buah goa yang saat kami telusuri masuk ternyata lorongnya kembali lagi keluar mulut goa lainnya yang terdapat dibagian depan.


Goa - goa tersebut kami telusuri masuk untuk mengetahui kebenaran dari cerita yang telah melegenda bahwa goa - goa yang ada dilokasi ini dapat menembus ke goa - goa lainnya yang terdapat di Goa Kuta Maneuh Cisaat, Goa Cukang Lemah di Taman Prabu Siliwangi Cibadak, ada juga yang tembus sampai Palabuhan Ratu.


Terdapat juga beberapa bagian goa yang didalamnya seolah tertutup patahan batu berukuran besar dari langit - langit goa diatasnya, hal ini dapat dimungkinkan akibat dari pergeseran alami yang timbul akibat gempa.


Bagian dasar lantai dari goa - goa tersebut rata - rata berlantaikan lapisan lumpur/ tanah yg mengandung air, lumpur ini dapat dimungkinkan terbawa masuk dari lubang - lubang kecil ataupun patahan goa yang terdapat pada bagian atas Karang Tulak serta terbawa oleh air hujan sehingga lumpur tersebut terbentuk menjadi lantai dari goa - goa tersebut.


Lokasi Goa Karang Tulak menyimpan potensi wisata alam yang dapat dikelola secara profesional disamping memiliki legenda/ kearifan lokal yang telah dikenal secara turun temurun, lokasi ini memiliki keindahan alam yang unik dan menarik karena tidak jauh dari aliran sungai serta berdekatan pula dengan lokasi kesejarahan era kolonial yaitu bangunan bendungan yang menuju ke PLTA Ubrug.


Kegiatan eksplorasi dan penelitian yang dilakukan oleh Tim Komunitas Jelajah Sejarah Soekaboemi (JSS) ini dilanjutkan pada pagi harinya dengan acara bersih - bersih di area depan goa Karang Tulak tersebut sebagai bakti komunitas JSS sehingga tercipta lokasi kesejarahan dan wisata alam yang berpotensi serta nyaman untuk dikunjungi wisatawan.



* Komunitas Jelajah Sejarah Soekaboemi
* JSS Explorer & Research
* Fb. Jelajah Sejarah Soekaboemi.